Frekuensi Listrik – Penyebab Lampu Bisa Berkedip-kedip alias Flickering
Harga lampu ekonomis
5w Rp 2.900
10w Rp 3.800
Lampu Kuning Rp 15.000 aja
Gabung jadi Agen kami sekarang
Coba ambil 1 buah lampu atau box lampu apapun di rumah kalian. Perhatikan, apakah terdapat tulisan 220V 50/60Hz (atau berupa range 170-265V 50/60Hz)?
Ya, angka 50/60Hz yang tertera menunjukkan frekuensi listrik pada lampu.
Semua jenis lampu memiliki frekuensi listrik.
Nah, apa sih maksudnya frekuensi listrik 50/60Hz tersebut?
Lalu, bagaimana pengaruhnya terhadap kemampuan lampu jika dipasang pada spesifikasi frekuensi yang berbeda?
Mari kita bahas bersama-sama pada artikel kali ini.
Arti 50/60Hz Pada Lampu
Angka 50/60Hz ini menandakan frekuensi listrik optimal lampu untuk bisa bekerja dengan baik. Artinya, ada 50 gelombang listrik per 60 detik.
Masih bingung? Yuk, kita kupas satu per satu mengenai frekuensi listrik ini supaya makin paham.
Contoh Sederhana Penghitungan Frekuensi
Untuk mempermudah kalian dalam memahami frekuensi, coba baca analogi berikut.
Bayangkan bayi yang baru lahir memiliki detak jantung 120 kali dalam satu menit (60 detik). Maka kita dapat menghitung frekuensi detak jantungnya sebesar 120/60 atau 2 getaran per detik (Hertz).
Pengukuran frekuensi akan selalu ada dan digunakan pada bidang ilmu pengetahuan dan Teknik untuk mengetahui nilai dari fenomena osilasi atau getaran, sinyal audio, gelombang radio dan cahaya.
Menghitung Frekuensi Listrik pada Lampu
Umumnya, listrik di Indonesia memiliki bentuk gelombang listrik AC. Gelombang AC ini berbentuk sinusoidal. Satu gelombangnya terdiri dari satu puncak positif dan satu puncak negatif.
Untuk menghitung frekuensi yang dihasilkan dari gelombang ini tinggal menghitung banyaknya gelombang dalam satu detik.
Jadi kalau di lampu tertulis 50/60Hz, berarti ada 50/60 gelombang sinus dalam satu detiknya.
Alat Ukur Frekuensi
Lalu bagaimana cara mudah untuk mengukur frekuensi listrik di rumah atau tempat kerja kalian?Jangan pusing, zaman sekarang sudah ada teknologi alat ukur frekuensi.
Kalian bisa menggunakan alat ukur frekuensi seperti digital multimeter atau osiloskop.
Frekuensi Listrik dan Hubungannya dengan Arus Listrik AC & DC
Pasti banyak dari kalian ada yang memiliki pengalaman, “Duh, setiap kali beli alat elektronik kok garansinya nggak lama yah? Udah gitu belom lama dipakai, cepat amat rusaknya!”
Nah, kalian perlu tahu bahwa kebanyakan peralatan elektronik bekerja dengan arus listrik DC (Direct Current). Peralatan elektronik berarus listrik DC tersebut tidak memiliki frekuensi listrik yang cocok untuk bekerja dengan baik.
Kok bisa ya?
Hal ini dikarenakan kebanyakan bahkan hampir semua negara termasuk Indonesia menggunakan arus listrik AC (Alternating Current) pada main power line-nya; atau yang biasa kita kenal di sini yaitu listrik dari PLN.
Kalian dapat mempelajari lebih lanjut mengenai listrik AC-DC di artikel Voltase Listrik.
Sebagai informasi tambahan :
- Listrik AC adalah listrik yang arah arusnya bolak balik secara periodik.
- Listrik DC arusnya hanya bergerak satu arah saja.
Listrik AC ini digunakan untuk mentransmisi/mendistribusikan listrik dari pembangkit listrik ke rumah-rumah atau perkantoran.
Sifat arus listrik yang bolak balik inilah yang membuat listrik AC memiliki frekuensi.
Mengapa Frekuensi 50 Hz dan 60 Hz yang Digunakan untuk Lampu?
Sebenarnya, semakin rendah frekuensi listrik yang digunakan maka semakin mudah untuk mendesain alat elektronik yang menggunakan motor listrik.
Namun dalam hal dan kaitannya dengan lampu, frekuensi listrik yang terlalu rendah akan mengakibatkan efek samping yaitu lampu akan menjadi flick atau berkedip, terutama pada lampu neon (fluorescent lamp). Lampu neon sangat sensitif terhadap frekuensi listrik yang digunakan.
Jika kalian perhatikan, lampu neon bekerja dengan berkedip (nyala mati dengan sangat cepat), namun karena frekuensi yang digunakan cukup tinggi maka kedipan ini tidak terlihat oleh mata manusia.
Karena lampu merupakan sumber penerangan utama di kehidupan manusia selain dari matahari, maka ditetapkanlah bahwa frekuensi listrik yang dianggap nyaman di mata manusia adalah menggunakan 50Hz atau 60Hz.
Selain alasan tersebut, jika PLN menggunakan frekuensi listrik yang tinggi, maka akan terjadi fenomena yang dinamakan skin effect.
Fenomena ini menyebabkan arus listrik mengalir pada kawat atau kabel listrik hanya di permukaannya saja (bagian tengah tidak dialiri arus listrik karena adanya radiasi elektromagnetik pada bahan konduktor akibat arus listrik berfrekuensi tinggi).
Skin effect ini akan menyebabkan penurunan efisiensi pada transmisi/distribusi listrik dari pembangkit listrik ke rumah-rumah.
Apa Akibat dari Lampu yang Berkedip atau Flickering?
Nah, sekarang kalian menjadi tahu arti dari angka 50/60Hz yang tertera pada lampu, yaitu lampu akan bekerja secara optimal pada tegangan AC 220V yang memiliki frekuensi listrik 50Hz atau 60Hz.
Banyak muncul pertanyaan seperti : “Apakah saya bisa memasang lampu di luar frekuensi listrik 50/60Hz?”
Seperti yang sudah sedikit dibahas di atas; salah satu hal yang akan terjadi jika kalian memasang lampu di luar spesifikasi frekuensi listrikadalah : lampu akan berkedip atau flickering.
Ada dua jenis kedip yang berhubungan dengan cahaya.
1. Flickering / Kedipan yang Terlihat
Secara gamblang, maksudnya adalah kedipan yang terlihat jelas oleh mata manusia. Frekuensi kedipan di bawah 100Hz (100 kedipan per detik) sudah dianggap kategori kedipan yang terlihat.
Kedipan ini berpengaruh terhadap kesehatan, terutama yang memiliki penyakit epilepsi. Kedipan yang memilki frekuensi 3Hz sampai dengan 70 Hz dianggap dapat menyebabkan penderita epilepsi kambuh penyakitnya.
2. Flickering / Kedipan yang Tidak Terlihat
Kedipan yang tidak terlihat memiliki frekuensi di atas 100Hz. Namun kedipan yang tidak terlihat juga tidak sama baiknya.
Beberapa kasus dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti pusing, sakit mata, dan migrain. Hal ini telah menjadi isu keamanan publik.
Untuk pencegahan, kita dapat mengistirahatkan mata sejenak setiap 2 jam sekali jika bekerja di bawah lampu (terutama lampu neon).
Lampu Jenis Apa Saja yang Bisa Flickering (Berkedip) Jika Frekuensi Listrik nya Tidak Sesuai?
Selain lampu neon, lampu LED pun bisa kerkedip jika memiliki kualitas desain elektronik yang tidak baik. Desain eletronik yang baik untuk menyalakan lampu LED harus memiliki arus DC yang stabil dan tidak memiliki ripple (noise).
Tentunya untuk menghasilkan kualitas desain elektronik dan LED yang baik akan berujung pada semakin mahalnya lampu yang dijual.
Kebanyakan lampu LED yang berkualitas rendah sampai sedang tidak memiliki arus DC yang baik dan hanya menggunakan desain elektronik yang sederhana untuk merubah mengontrol arus keluar; tetapi tidak mengatur frekuensi listrik yang lolos, serta hanya dibuat dari komponen eletronik yang murah.
Bahkan di pasaran terdapat lampu LED yang hanya menggunakan komponen trafo step down; tentunya hal ini membuat flickering kerap terjadi.
Lampu LED yang berkualitas dapat diuji dengan tes dimming (meredupkan lampu dengan cara menurunkan tegangan listrik). Lampu LED yang memilki desain elektronik yang baik akan dapat diredupkan tanpa membuat LEDnya berkedip.
Selain tes dimming, percobaan juga bisa dilakukan seperti cara berikut.
Maka sebagai konsumen yang cerdas, kita harus memilih lampu LED yang berkualitas baik dan memiliki desain elektronik anti flickering untuk membuat kehidupan lebih sehat dan lebih baik.
Kalian bisa menghubungi CS kami untuk mendapatkan informasi produk lampu LED berkualitas baik.